A piece of Mind
sepotong cerita, semangkuk ide, secangkir kasih, setangkup rasa... let's travelling the time
21/08/17
JALAN-JALAN KESEMBUHAN
Demi kesembuhan, orang rela bepergian kesana kemari. Mencari obat atau solusi dari permasalahan yang dihadapi. Seringkali sudah banyak harta dan tenaga dihabiskan, namun kesembuhan maupun jalan keluar tidak kunjung didapatkan. Mengapa bisa demikian?? Karena sebenarnya yang dicari ada disini, di dalam diri kita sendiri.
Sebuah e-book yang dipersembahkan bagi jiwa-jiwa yang merindu kesembuhan, kedamaian, dan kebahagiaan dalam hidup. Tiap halamannya dimaksudkan membuka pemikiran kita sehingga menemukan jalan kesembuhan dan jalan keluar masalah yang selama ini dicari.
Simak juga videonya disini

20/08/16
Filosofi Gentle Birth
Sebagian wanita merasakan proses melahirkan sangatlah menakutkan, menyakitkan dan menyisakan trauma yang mendalam hingga bertahun-tahun lamanya.
Di kehamilan pertama, sebagai
seorang “pemula” hari-hari saya diwarnai mual dan muntah hingga 8 bulan
lamanya. Setiap hari terasa menyiksa. Rasanya saat itu ingin segera tiba di
hari-H persalinan dan segera menyelesaikan “tugas kehamilan” ini. Jelang persalinan, saya juga terus menahan kesakitan yang luar biasa setiap datangnya
kontraksi selama 1 hari 1 malam. Hingga
akhirnya lahirlah gadis kecil saya yang kini hampir berusia 4 tahun, Jasmine Larasati dengan berat 2,9 kg.
Sampai disini
saya sepakat bahwa hamil dan melahirkan adalah peristiwa yang traumatis.
Saya kira semua rasa sakit akan berhenti sampai disitu, tapi nyatanya
tidak. Seminggu setelah bersalin, saya tidak bisa berjalan dan mengalami
kesulitan untuk BAB akibat luka jahitan di perineum yang membengkak. Sepertinya
cerita-cerita semacam ini tidak asing ya bagi para ibu yang melahirkan???
Mengenal Gentle
Birth
Setiap kehamilan memiliki cerita yang berbeda, meskipun berasal dari rahim yang sama.
Hanya selang satu setengah
tahun, dengan trauma yang masih tersisa, saya dihadiahi kehamilan yang kedua. Disinilah
awal perkenalan saya dengan Gentle Birth.
Dari Filosofi gentle birth saya
baru memahami bahwa proses melahirkan seharusnya adalah momen indah yang bisa
“dinikmati” oleh para ibu (termasuk keluarga dekatnya). Sebuah momen sakral
menyambut lahirnya jiwa baru, tidak
hanya bagi sang bayi melainkan juga bagi sang ibu dan ayah yang memasuki tahapan kehidupan sebagai manusia
baru.
Beberapa pasangan yang
menerapkan gentle birth bahkan rela melakukan persiapan yang luar biasa dari sisi
mental , material, dan spiritual untuk bisa
melahirkan di rumah demi menikmati momen sakral ini hanya dengan bantuan
seorang doula.
Untuk merasakan persalinan yang indah banyak hal yang harus dipersiapkan sejak awal kehamilan itu sendiri. Makanan yang baik, hati dan pikiran yang bersih, rajin berlatih olah nafas, yoga untuk ibu hamil, rajin ber-afirmasi, dsb. Silahkan untuk meng-googling ilmunya secara lebih lengkap dari internet.
Untuk merasakan persalinan yang indah banyak hal yang harus dipersiapkan sejak awal kehamilan itu sendiri. Makanan yang baik, hati dan pikiran yang bersih, rajin berlatih olah nafas, yoga untuk ibu hamil, rajin ber-afirmasi, dsb. Silahkan untuk meng-googling ilmunya secara lebih lengkap dari internet.
Meskipun belum mampu
menerapkannya secara utuh, namun filosofi gentle birth banyak membantu saya menjalani
kehamilan kedua dengan lebih tenang. Saking tenangnya, kami (saya dan suami)
hanya periksa ke dokter kandungan dua kali selama periode kehamilan ini. Kali
pertama, di usia satu bulan untuk memastikan posisi calon janin benar di dalam
rahim. Dan kali kedua, pada bulan ketujuh, hanya untuk mengetahui si adik siap
dilahirkan secara normal. Sisanya saya
hanya beberapa kali kontrol ke bidan, minum vitamin, latihan yoga sesekali , dan sama sekali tidak menjaga pola makan (nah yang ini mohon untuk tidak
ditiru).
Jelang persalinan, bulan ke-9, 4 hari melewati Hari Perkiraan kelahiran
(HPL), tepat setengah satu malam saya merasakan keluarnya cairan dengan volume
yang banyak dari jalan lahir. Karena khawatir ketuban telah pecah, malam itu
juga saya dan suami bergegas ke rumah sakit. Belum ada kontraksi, baru bukaan 2
dan ketuban masih utuh. Jam 2 dini hari
barulah saya mulai merasakan kontraksi yang saya nanti-nantikan. Makin lama
makin intens. Saya mengatur nafas panjang dan menikmati setiap gelombang cinta
yang datang. Semakin sakit, semakin
dekat waktunya perjumpaan dengan anak kedua kami. Saat itu saya masih bisa
berjalan-jalan di lorong rumah sakit sambil mengobrol dengan ibu mertua. Barulah sekitar jam 4 pagi saya merasakan dorongan yang luar biasa
untuk mengejan.
Di atas bed bersalin saya berusaha
tetap tenang dan yakin, sembari mengejan mengikuti irama kontraksi. Saya
tahu si adik juga sedang berusaha di dalam sana. “Bantu ibu ya nak..” batin
saya berulang kali. Namun para ibu bidan muda di rumah sakit itu ternyata lebih panik dari
saya, “Ayo bu... mengejan yang kuat... ini bayinya besar... kasian kalo tidak
segera dikeluarkan... ayo cepat bu....ayo...ayo !!!!!”. Dan teriakan-teriakan
(atau aba-aba??) dari para bidan di rumah sakit itu membuat konsentrasi saya
jadi buyar... alhasil saya jadi panik membayangkan ukuran janin yang besar, takut tidak kuat mengejan, nafas jadi
tidak karuan.
Namun akhirnya setelah mengejan kuat beberapa kali lahirlah gadis saya yang kedua dengan berat 3,8 kg. Inilah akibat tidak menjaga pola makan selama hamil. namun, sungguh saya sangat lega dan bersyukur bisa melahirkan bayi sebesar itu dengan normal dan mudah. Bayi berambut lebat ini kami beri nama Jihan Sekarjati.
Dari gentle birth saya baru mengetahui bahwa perilaku bayi di masa awal kehidupannya banyak dipengaruhi oleh kondisi psikologis ibu selama kehamilan dan persalinan. Anak kedua saya, boleh dibilang termasuk bayi yang sangat tenang. Tidak rewel, tidak pernah mengajak bergadang di malam hari. Dan sangat sangat mandiri... hingga sekarang. Berlawanan dengan kakaknya.
Namun akhirnya setelah mengejan kuat beberapa kali lahirlah gadis saya yang kedua dengan berat 3,8 kg. Inilah akibat tidak menjaga pola makan selama hamil. namun, sungguh saya sangat lega dan bersyukur bisa melahirkan bayi sebesar itu dengan normal dan mudah. Bayi berambut lebat ini kami beri nama Jihan Sekarjati.
Dari gentle birth saya baru mengetahui bahwa perilaku bayi di masa awal kehidupannya banyak dipengaruhi oleh kondisi psikologis ibu selama kehamilan dan persalinan. Anak kedua saya, boleh dibilang termasuk bayi yang sangat tenang. Tidak rewel, tidak pernah mengajak bergadang di malam hari. Dan sangat sangat mandiri... hingga sekarang. Berlawanan dengan kakaknya.
Rahasia Gravitasi
Believe me, miracle did happen
Diberkahi dengan kehadiran dua balita ternyata
belum cukup buat kami, dan akhir tahun lalu saya kembali dihadiahi kehamilan ketiga. Sama seperti kehamilan anak pertama dan kedua, mual muntah juga
mewarnai aktivitas saya. Bahkan saat itu saya sedang sibuk-sibuknya mengajar persiapan UN dan SBMPTN di bimbingan belajar milik kami.
Mungkin karena sudah mempraktekkan sedikit ilmu tentang gentle birth, jadilah
saya tidak terlalu memikirkan mual muntah itu. Pengin makan ya makan saja, mau
muntah ya muntah saja. Lama-lama “kerewelan” tubuh ini hilang juga.
Karena kesibukan mengajar
dan mengasuh balita, di kehamilan ketiga ini saya paling malas periksa. Alhasil
di usia 32 minggu, janin saya divonis ..... sungsang. Degg,... saya mulai
cemas. Suami saya minta mendowload video
beberapa posisi yoga dari bidanku.com untuk mengembalikan posisi janin. Dengan perut besar,
saya mempraktekkannya beberapa kali sehari. Dari gerakan yang standar macam
knee chest hingga yang cukup ekstrim macam headstand.
Berharap ada perubahan, selang dua minggu kami kembali
USG, ... dan .....si adik masih belum mau berputar, kepala masih vertikal di
atas. Hikss... kekhawatiran saya terus
bertambah. Apalagi usia kandungan sudah semakin tua. Di usia 36 minggu kami kembali periksa dan si adik masih
anteng-anteng saja belum mau berputar. Padahal gerakannya sangat aktif. Sampai
disini kami memutuskan untuk menunda USG karena hanya semakin menambah
kepanikan saya.
Bukan apa-apa, waktu itu saya berharap agar tetap bisa melahirkan normal agar pemulihan lebih cepat. Pikir saya jikalau harus sectio karena bayi saya sungsang, lantas bagaimana dengan kakak-kakaknya ?? Tentu saya tidak akan bisa leluasa bergerak karena proses pemulihan pasca operasi lebih lama daripada melahirkan spontan. Tidak enak rasanya kalau harus merepotkan orangtua fulltime dengan dua balita yang lagi aktif-aktifnya.
Bukan apa-apa, waktu itu saya berharap agar tetap bisa melahirkan normal agar pemulihan lebih cepat. Pikir saya jikalau harus sectio karena bayi saya sungsang, lantas bagaimana dengan kakak-kakaknya ?? Tentu saya tidak akan bisa leluasa bergerak karena proses pemulihan pasca operasi lebih lama daripada melahirkan spontan. Tidak enak rasanya kalau harus merepotkan orangtua fulltime dengan dua balita yang lagi aktif-aktifnya.
Jadilah di minggu-minggu jelang HPL
saya hanya fokus untuk berlatih yoga dan menguatkan afirmasi. Di sisi lain saya
belajar mengikhlaskan diri kalaupun nantinya
harus melahirkan dengan jalan operasi. Biarlah si adik sendiri yang
memilih bagaimana cara ia ingin lahir ke dunia.
Lalu dua minggu sebelum HPL, di
pertengahan Ramadhan, saya mulai merasakan kontraksi yang samar. Jangan-jangan
ini sudah waktunya... saya cemas karena belum mengetahui bagaimana posisi janin
saya. Saya ingat pagi itu saya dan suami
masih sibuk mengurus beberapa kepentingan dan setelah ashar barulah kami
sempat cek ke dokter. Pikir saya sekalian berkonsultasi kapan waktu yang
tepat untuk operasi caesar.
Dan ...gravitasi menunjukkan keajaibannya... Dari pemeriksaan USG, si adik ternyata mau berputar. Posisi kepala sudah berada di bawah dan siap masuk panggul. Alhamdulillah......terimakasih.... semesta maha baik.
Saya selalu meyakini, apabila tidak ada lilitan tali pusar atau penghambat lain, kepala janin yang ukurannya paling berat dibanding ukuran tubuh harusnya bisa bergerak ke bawah sesuai hukum gravitasi... inilah Rahasia Gravitasi.
Di titik ini perasaan syukur yang mendalam menjalari hati saya hingga rasa sakit akibat kontraksi menjadi tidak terasa.
Hari itu juga pulang dari dokter selepas berbuka, kami berkemas untuk bersalin di klinik bidan senior dekat rumah. Dan akhirnya putra ketiga kami, Krishna Damarjati lahir dengan sehat dan selamat pukul 21.30 dengan ketuban yang masih utuh. Alhamdulillah.
Dan ...gravitasi menunjukkan keajaibannya... Dari pemeriksaan USG, si adik ternyata mau berputar. Posisi kepala sudah berada di bawah dan siap masuk panggul. Alhamdulillah......terimakasih.... semesta maha baik.
Saya selalu meyakini, apabila tidak ada lilitan tali pusar atau penghambat lain, kepala janin yang ukurannya paling berat dibanding ukuran tubuh harusnya bisa bergerak ke bawah sesuai hukum gravitasi... inilah Rahasia Gravitasi.
Di titik ini perasaan syukur yang mendalam menjalari hati saya hingga rasa sakit akibat kontraksi menjadi tidak terasa.
Hari itu juga pulang dari dokter selepas berbuka, kami berkemas untuk bersalin di klinik bidan senior dekat rumah. Dan akhirnya putra ketiga kami, Krishna Damarjati lahir dengan sehat dan selamat pukul 21.30 dengan ketuban yang masih utuh. Alhamdulillah.
Miracle did happen.
Satu hal yang luar biasa , momen kelahiran Krishna benar-benar sebuah keajaiban bagi kami. Sebelumnya, di usia kehamilan sudah
menginjak 36 bulan, banyak yang memvonis posisi janin saya yang sungsang tidak
bisa lagi berubah. Dengan berpasrah diri dan
mencoba tetap yakin, saya menulis dan membayangkan akan melahirkan normal di tempat
bidan senior di dekat rumah ( ini agar persalinan saya lebih nyaman dan tenang , tidak ada lagi teriakan atau aba-aba dari para tenaga medis ketika mengejan, seperti yang saya alami sebelumnya di Rumah Sakit). Saya juga menuliskan bayi saya akan lahir dengan berat sekitar 3 kg (agar tidak terlalu besar seperti kakak keduanya). Dan tanpa jahitan di jalan lahir (tahu sendiri kan bagaimana rasanya dijahit.....). Dalam afirmasi itu juga saya menulis akan melahirkan seminggu sebelum HPL agar tidak bersamaan dengan masa cuti lebaran. and I got more.. karena baby Krishna lahir dua minggu sebelum Idul Fitri...
Ya, semuanya terjadi persis dengan apa yang saya tulis sebelumnya. Percayalah, jangan pernah meremehkan kekuatan afirmasi. Karena kita tidak pernah tahu, keajaiban apa yang menyertainya. Miracle did happen... just believe it.
Semoga sedikit cerita ini bermanfaat bagi anda. Terimakasih telah membaca.
Ada banyak cerita lain dari para ibu hebat di luar sana yang
mengalami persalinan indah setelah mempelajari dan menerapkan tentang gentle
birth. Satu hal yang perlu kita yakini proses
melahirkan adalah hal yang sangat alami, rasa sakit setiap kontraksi adalah
sinyal bahwa tubuh sedang menyiapkan jalan untuk perjumpaan dengan bayi kita.
Pada saat persalinan, bukan hanya kita yang berjuang keras, sang bayi pun juga sama berusahanya dengan kita . Karena itulah dalam gentle birth para ibu dianjurkan untuk sesering mungkin berkomunikasi dengan si adik agar mau bekerjasama. Ini akan lebih memudahkan proses persalinan.
Pada saat persalinan, bukan hanya kita yang berjuang keras, sang bayi pun juga sama berusahanya dengan kita . Karena itulah dalam gentle birth para ibu dianjurkan untuk sesering mungkin berkomunikasi dengan si adik agar mau bekerjasama. Ini akan lebih memudahkan proses persalinan.
Pada akhirnya persalinan adalah sebuah momen sakral menyambut hadirnya
jiwa baru, bagi sang bayi, bagi ibu, bagi ayah, dan para kerabat dekatnya.
Ini bisa jadi merupakan pengalaman spiritual setelah 9 bulan lamanya , yang menghadiahkan kesabaran, ketenangan, dan kehidupan yang baru.
Ini bisa jadi merupakan pengalaman spiritual setelah 9 bulan lamanya , yang menghadiahkan kesabaran, ketenangan, dan kehidupan yang baru.
Semoga sedikit cerita ini bermanfaat bagi anda. Terimakasih telah membaca.
Label:
balita,
parenting,
rosie's stories

Langganan:
Postingan (Atom)